Kan, itulah panggilannya. Hari ini Ia terlihat tidak bersemangat. Namun sepertinya itu merupakan hal yang biasa.
Terakhir kali Kan bersemangat, masih terlihat Kan yang seperti tidak semangat.
Badannya selalu dilemaskan bahkan untuk berdiri tegak saja seringkali terlihat dari wajahnya , ekspresi malas. Jam istirahat pertama berbunyi, Ia memasukkan buku pelajarannya ke dalam tas yang sudah lama sekali tidak pernah tergantikan.
Tidak seperti temannya yang lain, Kan memilih untuk tetap duduk dibangkunya, mencari posisi nyaman untuk tidur. “Oi, Kan!” Sapa Regi, ketua kelas yang terlalu peduli dengan teman-temannya. “Napa Reg?” Balas Kan.
“Kantin yuk, dikelas mulu lu. Galau amat dari kemaren.” Ajak Regi. “Ngantuk Gua, tidur kemaleman terus.” Kata Kan. “Gua traktir dah.” Regi masih berusaha membujuk Kan. “Oke berangkat!” Kata Kan. “Aer putih.” Langkah Kan terhenti sejenak, menatap Regi kecewa. Namun tetap saja mereka melangkah ke kantin.
Sesampainya di kantin, Kan mencari tempat duduk dan langsung menempatinya, sedangkan Regi membeli makanan dan minuman. Regi kemudian berjalan ke tempat Kan dan membawa 2 piring batagor. “Nih, bercanda gua tadi. Heheh..” Ucap Regi. “Alhamdulillah… makasih bro.". “Sloww..".
“Lu tadi ngobrol apaan aja sama si Dini? asik banget kayaknya.” Tanya Regi memecah kenikmatan batagor pagi sebelum siang (Dhuha). Pagi tadi sebelum bel tanda masuk sekolah, Kan sempat mengobrol dengan Dini, membicarakan tugas dan hasil ujian harian kemarin. “Kenapa emang?” Jawabnya. “Tumben bisa se-asik itu ngobrolnya.” Kata Regi. “Ya bisa laahh, lagi nyambung aja itu kebetulan. Haha..” Ucap Kan dengan pedenya.
Kan sebenarnya menyembunyikan sesuatu, Sebenarnya… Kan suka sama Dini! wow. Tapi Disembunyikan, memang penakut si Kan ini wkwkwk. Dari awal masuk kelas 10, Dia berusaha untuk bersikap biasa saja kepada siapapun, ternyata tidak bisa. Dia gugup ketika berbicara dengan Dini. Lemah sekali si Kan.
Tadi pagi ketika Kan sedang duduk dibangkunya, Dini menghampirinya, Kan sama sekali tidak gugup, malah bisa mencairkan suasana tidak seperti hari-hari sebelumnya yang selalu tidak karuan ketika mengobrol dengan Dini, Kaku. Entah apa yang membuatnya bisa begitu.
***
Itulah ingatan Dia ketika terakhir kali berbicara dengan Dini. Setelah hari itu Dini pindah sekolah, sekolah di luar negeri. Dan kebetulan tanpa sengaja (sebuah pemborosan kata), barusan Kan bertemu lagi dengan Dini.
Akhir pekan ini, 2 minggu sebelum UN. Kan memutuskan untuk refreshing, dengan menggunakan KRL, Ia berangkat ke Jakarta menuju monas, dan mengelilingi Jakarta dengan bus tingkat. Sendirian. (kasian)
Stasiun Depok Baru, tidak sengaja Ia berpapasan dengan orang yang sepertinya Ia kenal. “Dini?". “Kan?". Mereka kemudian berpelukan, ehh enggak lah, bukan muhrim.
Pasti hal yang pertama kali ditanyakan “Apa kabar?” Tanya Kan. “Baik Kan, Lu apa kabar?” Dini menanyakan balik. “Baik juga.” Dan pertanyaan selanjutnya sudah ketebak, mau kemana? Dini mau pulang dan Kan mau pergi. Basa basi sebentar, pertemuan singkat itu diakhiri dengan saling berkata dan mendoakan. Hati-hati dijalan, semoga sukses.
Kan mengingat kembali masa lalu itu, dan ada hal yang Dia lupakan tentang perjumpaan dengan Dini tadi. Kan lupa meminta kontaknya, kemudian menghela nafas. “Huh, lost kontak lagi.”