Empat bulan berjalan, seperti roller coaster.
Awal tahun ini tiap bulannya dapat dirangkum, mulai dari Januari yang terasa lambat berjalan, Februari yang terasa aneh, kosong. Kemudian Maret yang serba bingung, April, dengan semua akumulasi dari tiga bulan sebelumnya.
Ummi, meninggalkan kita semua. Dengan berbagai memori yang sudah terangkai semenjak Aku lahir, entah kenapa ingatan yang paling jelas Aku ingat adalah saat Ummi menangis saat kepergian Ibunya, Datok. Saat itu usiaku sekitar dua setengah tahun, Aku menangis minta digendong saat Ummi baru sampai di rumah, Aku masih belum mengerti. Sampai pada Februari kemarin, sering mengantar Ummi pulang pergi Margonda untuk kegiatannya.
Awal Maret Ummi mulai sakit, Aku pikir mungkin Ummi hanya butuh istirahat, ternyata sampai masuk rumah sakit. Sempat bertahan dua pekan lebih, namun Allah ternyata hanya menahan supaya Ummi sampai ke bulan Ramadhan. Hal yang sangat kusesali adalah tidak langsung pulang saat dapat kabar kalau Ummi sedang kritis, tapi yasudah, mau bagaimana, ketetapan adalah ketetapan. Alhamdulillah masih bisa mengantarkan sampai di tempat peristirahatan terakhirnya di dunia.
Rasa kehilangan yang mungkin tidak ada akhirnya, ditinggal pergi tanpa pamit. Kehilangan seorang yang biasa Aku minta izin pamit untuk keluar rumah. Orang yang biasanya menegurku, memberi nasihat, namun Aku sering kesal karenanya. Warna yang biasa menghiasi hariku, menjadi tempatku bercerita walaupun hanya sedikit. Sekarang tinggallah memori saja.
Januari yang terasa lambat itu seperti mengajakku untuk menikmati waktu sisa bersamanya. Februari itu memberi ancang-ancang untuk apa yang akan terjadi pada bulan Maret. Maret mengajarkanku untuk berada pada situasi dimana Aku sadar bahwa situasi akan sangat berubah kapanpun, apapun yang terjadi. Berbagai macam skenario diotak mengira-ngira, bersiap-siap, namun ternyata tidak cukup juga untuk menghadapinya. Jadilah pada Ramadhan ini, pertamakali tidak bersama Ummi. Bulan April, dengan segala macam hal yang terjadi, menerima takdir tentu adalah sebuah keharusan, dengan berbagai macam rasa yang selalu terbawa selama hidupku.
Rezeki dan Ajal sudah bersepakat, misi Ummi sudah selesai di dunia ini, InsyaAllah nanti akan bertemu di surgaNya. Sebuah peringatan untuk yang masih hidup, khususnya untukku, karena belum bisa maksimal dalam berbakti kepada Ummi, Seorang ibu yang telah melahirkan dan membesarkanku.
Penyesalan itu pasti, selalu ada yang kurang, namun Aku bersyukur tidak memaksakan merantau saat lulus SMA. Itu mungkin salah satu yang tidak akan Aku sesali lagi. Bahkan sampai Beliau tidak ada, masih bisa memberikan nasihat untukku. Allahummagfirlaha warhamha wa'afiha wa'fu'anha.
Aku masih belum mengerti bagaimana cara hidup sampai saat ini. Bagaimana hidup yang benar, bagaimana melaksanakannya. Banyak yang bilang hidup itu dijalani saja, iya, dijalani saja, sampai akhirnya tiba, jalani lagi, sampai selesai. Yang seperti rollercoaster ini akan ada lagi, jalani saja terus.