Belakangan AI banyak dibicarakan, dari Dall-E 2 milik OpenAI, Stable Diffusion, sampai yang terbaru ChatGPT. Tapi sebelum ngebahas produk AI tersebut, coba mundur sedikit dan kita mulai dari pertanyaan, apa sih AI itu?
Artificial Intelligence (AI) kalau diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia, adalah Kecerdasan Buatan. Dalam prakteknya, AI ini berfungsi untuk membuat suatu mesin menjadi pintar, dengan cara membuat mesin itu bisa seakan-akan berpikir. AI sendiri bisa dibilang produk dari Machine Learning, suatu metode untuk membuat mesin (komputer) belajar berdasarkan dataset yang telah disiapkan sesuai dengan peranannya.
Sesuai dengan namanya, kecerdasan buatan ini tentu dibuat, diteliti, untuk mencapai suatu tujuan. Salah satunya tentu untuk memudahkan manusia, seperti pada asisten robot semacam Google Assistant, Siri. Fitur semacam text-to-speech saja adalah AI, karena tidak mungkin mesin biasa bisa tau huruf dan kata hanya dari gelombang suara.
Sekarang kita akhirnya sampai dimana AI dapat membuatkan kita gambar berdasarkan perintah, juga bisa menjawab berbagai macam pertanyaan kita seolah-olah manusia yang menjawabnya. Kemudian timbul banyak pertanyaan, mengenai royalti terhadap artis atau penulis yang datanya dipelajari oleh robot tersebut. Pro dan kontra muncul dimana-mana.
Perdebatan ini mungkin tidak akan pernah selesai, selalu ada poin yang akan terus dibahas. Apalagi, mengingat cepatnya sesuatu yang bernama “teknologi” ini berkembang, manusia akan selalu mencari cara untuk menghadapinya.
Dulu Aku pertama kali belajar komputer, pada saat pelajaran komputer masuk di bangku SD kelas 3. Tidak pernah terbayangkan kalau 14 tahun kemudian, orang yang tidak bisa menggambar bisa memvisualkan imajinasinya hanya dengan mengetik perintah pada komputer. Tidak terbayangkan ada robot yang serba tahu, orang bisa bercakap-cakap dengan robot. Bagaimana tahun-tahun selanjutnya?
Suka tidak suka, manusia akan terus dihadapi dengan hal ini. Sudah banyak pekerjaan yang telah digantikan oleh mesin, apakah mesin akan menguasai dunia? Tidak tahu, mungkin bisa iya, kalau mesin sudah bisa membuat tiruannya sendiri, mungkin juga tidak, karena manusia memiliki dorongan untuk terus bertahan hidup.
Tapi kalo ngomongin yang lagi rame, kayak masalah royalti dan sebagainya, Aku memilih untuk melihat perkembangan teknologi ini sebagai jembatan, membantu mempercepat proses. Baik/buruknya pasti ada. Dan selalu ingat bahwa apa yang ada saat ini merupakan akumulasi dari apa yang sudah ada sebelumnya, bukan tiba-tiba ada. Kalau sekarang kita bisa membuat gambar hanya dari sebaris perintah, bukan tidak mungkin nanti kita bisa membuat suatu animasi / film hanya dari naskah. Atau kalau lebih gila lagi, hanya dari satu kalimat perintah.
Pada akhirnya Aku harus menyadari, sebagai manusia yang ada saat ini, dulu aku tidak ada.