Pengen ngomentarin kebiasaan netijen yang sering terlihat menjatuhkan tim (terutama esports) yang sedang kalah.
Kira-kira udah setahun terakhir gua ngikutin skena esports Dota 2, disini tempat biasanya gua mencari hiburan, karena bermain Dota 2 aja sering kalah, mending nonton ajalah. Game yang menginisiasi hadiah esports satu juta dollar pertama di dunia.
Bukan esportsnya yang mau gua bahas disini, tapi kelakuan/kebiasaan netijen Indonesia terhadap tim esports. Mungkin hal ini juga terjadi di bidang lain selain esports ya, tapi karena gua lebih sering memperhatikan esports, terutama Dota, makanya gua pengen lebih spesifik ke Dota.
Langsung kita mulai aja. Pandemi menghajar banyak sektor, bahkan ekonomi dunia sempat jatuh. Seperti roda yang berputar, ada yang turun, ada yang naik, begitupun yang terjadi di dunia ini.
Perlahan-lahan streaming tumbuh dengan pesat, banyak yang mencoba menjadi streamer. Begitu juga dengan skena esports, baik di luar negeri maupun dalam negeri. Untuk mencari hiburan, karena awal pandemi gak bisa sering main, gua butuh hiburan yang bisa disambi, salah satunya tontonan.
Yang gratisan tentu ada di YouTube, karena gua sering nonton Dota 2, muncullah di rekomendasi kebanyakan Dota 2. Termasuk turnamen-turnamen. Mungkin semua orang mengikuti kompetisi mereka masing-masing, dan itulah keseruannya, dan gua pikir semua orang senang dengan yang namanya kompetisi.
Ada kebiasaan warganet yang menurut gua, itu tuh gak perlu. Cuman ngabisin waktu dan energi doang. Yaitu, berdebat siapa yang menyebabkan kekalahan. Apalagi ketika tim asal Indonesia yang kalah dengan tim lain. Banyak sekali komentar yang menjelek-jelekan, menyuruh untuk bubar aja, bahkan ada pemain yang pernah “diinjak-injak” lewat DM karena timnya kalah. Sebab, orang yang men-DM itu kalah bet, ya, kalah judi.
Sering juga penonton satu-sama-lain membela mati-matian tim yang didukungnya, karena tidak terima tim yang didukungnya itu diejek. Buat apa? Apa karena gak tau mau ngebahas apa di live chat? Padahal bisa aja membicarakan war yang terjadi pada match itu (ketika matchnya selesai). Kalaupun match tersebut sudah one sided (ada tim yang sudah terlalu kuat, sudah tidak mungkin tidak menang), kan gak perlu menjatuhkan juga.
Selain Dota 2, sesekali juga gua nonton PUBG Mobile, dan baru-baru ini nonton Valorant. Awal-awal gua nonton PUBGM, ada sesuatu yang menggelitik. Istilah fans karbitan, pertamakali gua denger pas nonton PUBGM, yaitu orang-orang yang mendukung ketika tim yang didukung itu menang, dan menjelekkannya ketika kalah. Ketika itu ada tim Indonesia yang sedang bermain di turnamen SouthEast Asia.
Memang belum terbukti 100% kalau orang-orang yang “karbitan” itu ada banyak. Karena ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, fans yang suka tim tersebut diam ketika kalah dan bersuara ketika menang, berlaku juga ke fans yang benci. Atau kedua, banyak dari mereka yang suka hanya ketika menang, dan selalu membencinya ketika kalah.
Setiap orang memiliki caranya masing-masing dalam menikmati hiburan yang ada, mungkin ada yang menikmati ketika bisa menunjukkan bahwa tim yang didukungnya menang, merasa bangga. Atau juga ada yang senang meladeni semua hal yang ada di live chat, membuat keributan dan semacamnya. Mungkin itu adalah cara mereka menikmati hiburan.
Tapi sebagai orang yang malas meladeni semua bisikan-bisikan livechat yang cenderung ribut, gak bisa apa menikmati dulu permainannya, pertandingannya, saat sedang berlangsung? Meskipun keadaan pertandingannya sudah cenderung berat sebelah? Baru ributnya setelah pertandingan selesai. Setidaknya itu membuat caster yang membaca livechat tidak terlalu keluar dari pembahasan gamenya.
Semua punya caranya masing-masing, jadi bagaimanapun juga hal-hal tersebut tidak mungkin dapat dihindarkan. Hati-hati saja mengendalikan jari kita, karena teks itu tidak punya intonasi dan tidak bisa dilihat raut wajahnya.
Itu yang kudapatkan dalam setahun terakhir, di Indonesia. Kalau secara global ada atau tidak, mungkin saja ada juga, tapi balik lagi ke siapa yang sedang menyaksikan dan ikut berkomentar lewat livechat.
Kita juga harus ingat, dan mungkin saling mengingatkan, kalau pemain punya sudut pandang yang tidak seluas penonton. Jadi kalo ada kesalahan yang menurut kita fatal, coba lihat dari sudut pandang pemain, supaya kita juga ikut merasakan, bukan hanya menilai.
Waktunya kembali menikmati pertandingan, sembunyikan live-chat, dan istirahat. Masih banyak kebaikan yang harus dikerjakan.