Aku kembali lagi
Kali ini dengan perasaan yang sudah banyak berubah. lebih dari setengah tahun aku tidak menulis di blog ini, karena ego ku yang menganggap aku bisa. Namun ekspetasi sering kali tidak sesuai dengan realita.
Semenjak tulisan terakhir kemarin (jauh hari yang lalu - di blog ini). Aku tetap menulis di buku catatanku, tapi tidak kutulis di sini. Sebenarnya ada banyak cerita yang bisa kuceritakan disini, petualanganku membrantas kemalasan yang gagal, gagal total. Aku yang sekarang bukan yang dulu lagi, Tapi ada yang tidak berubah, malah bertambah. Malas.
Lebih baik kuceritakan kisahku yang sekarang ini, tidak tau arah. Emosiku tidak terkontrol. Kali ini soal pilihan. Cerita 6 bulan lebih yang lalu akan kuceritakan nanti. Ya, mungkin nanti. Dan sampai detik ini aku masih belum bisa bercerita dengan baik.
Sekarang Aku dipertemukan dengan 2 pilihan sulit, pilihan yang akan membawaku pergi dengan bahagia dan suka/duka selama 4 tahun nanti. Segala ujian dan cobaan (GAYA WOI) sudah kulewati, Aku (Sebentar, ada yang aneh, kok pake “Aku”, kenapa bukan gua lagi? - Lanjut) sekarang dalam keadaan bingung, entah mau pilih yang mana. Antara merantau dan tidak. 2 pilihan terberat seorang pemuda yang selalu berekspektasi lebih dan berharap ekspektasi tersebut menjadi realita. Suatu saat nanti ku yakin ekspektasi akan menjadi realita yang benar - benar nyata.
PPNS (Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya) dengan Program Studi Teknik Pengelasan. Tahun lalu, saat semester 1 kelas XII Aku memilih untuk pasrah, tidak mau ikut SBMPTN. Tadinya Aku ingin didaftarkan ikut Bimbel, tapi Aku menolaknya dengan baik - baik, karena sudah terlampau telat, sudah masuk pertengahan semester. Itu adalah salah satu alasan ku tidak mau mengikuti SBMPTN.
Akhir tahun lalu ku telusuri PTN PTN, terutama Politeknik. Sampai ku temukan di Surabaya, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Kemudian Aku cari Program Studi yang memungkinkan Aku masuk di sana. Dapatlah, Teknik Pengelasan dan Teknik Perpipaan. Singkat cerita Aku Alhamdulillah lulus di sana.
Sudah tenang Aku, karena telah mendapatkan tempat untuk 4 tahun kedepan, tapi cerita berubah ketika orang tuaku menyuruhku mendaftar SBMPTN, H-3 penutupan pendaftaran, dan Aku belum belajar SBMPTN sama sekali. Aku turuti saja, toh yang bayar bukan Aku. Dan kemarin, pengumuman SBMPTN 2018.
Alhamdulillah Aku lulus dengan PTN yang berada dekat dengan rumah (bisa pulang pergi maksudnya). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Fisika. Ya, Aku disuruh SBMPTN supaya dapat PTN yang berada dekat dengan rumah.
Akibatnya sekarang, Pilihan itu terbatas hanya sampai tanggal 6 Juli nanti. Dan sampai sekarang Aku masih bingung, masih perlu berdoa dan meminta yang terbaik kepada Allah. Sebenarnya 2-2nya sama sama baik, Aku hanya tinggal memilih.
Jika Aku memilih PPNS, sudah ada jalan yang tersedia untuk kulewati. jika Aku memilih UIN, pun sudah ada juga jalan yang tersedia. Aku yang sekarang tidak tahu pilihanku yang akan kupilih nanti. Aku berpesan kepada diriku yang nanti, jangan menyesal dengan pilihanmu, itu adalah salah satu pilihan terbaik yang pernah kau pilih. Jangan lupa untuk selalu bersyukur, itu adalah yang terbaik dari Allah. Jangan bersedih, jangan menyerah. Jangan lupa sholat.
Menyerah Sebelum Berjuang
UAS Semester genap telah usai, saat itulah aku mulai berfikir kalau masuk PTN itu perlu persiapan yang matang. Mulai menjauhi kebiasaan bermain game, dan memikirkan jurusan yang akan kuambil nantinya.
Memasuki kelas 12, berada di perhentian terakhir sebelum menjadi mahasiswa. Mulai semangat, tapi hanya sesaat. Entah karena ingin cepat-cepat lulus dan kuliah atau memang masa kelas 12 adalah masa-masa jenuh.
Belajar di kelas tapi pikiran tidak di kelas, memikirkan hal lain. Di Pertengahan semester ganjil, aku merasa kalau harus mencari jalan lain selain SBMPTN untuk kuliah di perguruan tinggi negeri. Berpikir bahwa aku tidak bisa lolos di jurusan yang kuinginkan.
Ku temukan jalur lain yang singkat cerita aku telah lolos dan telah mendapatkan tempat kuliah negeri, sedangkan pengumuman SNMPTN pun masih jauh. Tentu pada saat itu aku merasa bahagia, hanya tinggal mengikuti sekolah seperti biasa, lalu ujian-ujian, dan lulus.
Kebahagiaan terhenti sesaat, beberapa hari sebelum pendaftaran SBMPTN ditutup, aku disuruh ikut oleh orang tuaku. Baik, aku ikut, namun dengan persiapan yang tidak memadai. Bermodalkan dasar-dasar materi UN dan soal-soal di internet, dalam 2 minggu hanya 1 atau 2 hari aku belajar. Sisanya? main.
Setelah mengikuti SBM, aku karena sudah mendapatkan tempat kuliah merasa santai dan tenang. Saat pengumuman tiba, ternyata aku lolos SBM. Bingung antara senang atau sedih. Senang karena lolos, sedih karena pilihan jurusan yang ku pilih hanya mempertimbangkan kemungkinan dan sedikit kesukaan. Fisika.
Dua hari bimbang, ku lepas pilihanku, memperhitungkan biaya hidup dan lain-lain karena berada di luar kota. Aku ambil Fisika. Pertama kalinya berada dalam 2 pilihan berat, karena sama-sama memiliki dampak besar pada masa depanku.
Menjadi pengangguran, menunggu ospek, hari-hari diisi dengan banyak main. Kebiasaan SMA.
Beralih dari siswa menjadi mahasiswa. Sempat menyesal dengan pilihan yang diambil, pulang-pergi yang berarti sulit untuk meninggalkan kebiasaan lama ketika di rumah, kebiasaan main. Dan itu terjadi di semester satu.
Semester satu akhir makin sering telat, makin banyak bolos (beberapa mata kuliah). Berakhir dengan IP yang tidak baik (khususnya di semester satu, harusnya mudah mendapat IP 3.5 keatas).
Semester dua dimulai, muncul pikiran-pikiran baru. Hasil dari keresahan selama ini.
Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Sudah lama tahu tentang ayat Al-Qur'an tersebut, namun sulit untuk mengamalkan dan menerima apa yang telah terjadi. Banyak pengandaian yang sering ku pikirkan. Namun tetap saja tidak bisa mengubah yang telah terjadi, karena itu hanyalah “andaikan”.
Tapi bisa dijadikan pelajaran. Andaikan ketika kelas 12 awal aku tidak mencari jalan alternatif namun sungguh-sungguh dalam belajar untuk mendapatkan kuliah di ITB yang sejak SMP kuinginkan, andaikan.
Aku tidak yakin ketika itu, hanya itu masalahnya. Perasaan tidak yakin yang menyebabkan kekhawatiran dan ketakutan. Khawatir tidak bisa mendapatkan PTN, sehingga mencari alternatif lain dengan menggunakan nilai raport yang pas-pasan.
Menyerah sebelum berjuang, rasa takut yang mengalahkan kesungguhan dalam belajar. Terlalu banyak terlena dengan permainan, tak peduli dengan pelajaran. Berdampak kesedihan dan penyesalan, sangat amat dalam. Waktu tidak bisa diulang.
Terlalu cepat bilang tidak bisa, padahal belum mencoba. Lupa dengan 3 kata mutiara yang aku tulis ketika masih bocah. Man jadda wajada, Man shabara zhafira, Man saara ‘ala darbi washala.
Lalu setelah semua itu terjadi, apa yang kulakukan? menjadikannya sebagai pelajaran, jangan sampai terulang. Dan terus yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik.
Jadi, apakah tulisan ini menyelesaikan masalah? Tidak juga, karena masih banyak laprak-laprak yang harus diselesaikan, memahami kalkulus yang luarbiasa kompleks supaya tidak mendapat nilai C, belum lagi menghadapi malas yang sewaktu-waktu datang.
Selamat menikmati hidup.
Dua tulisan diatas adalah tulisan yang pernah aku publikasikan pada blog-ku sebelumnya, sekarang kuberanikan diri untuk mempublikasikan ulang tulisan tersebut.